Bulan
ini, merupakan bulan dzulhijah ke sekian kali yang aku lewati, dari tahun ke
tahun Nampak tidak ada perubahan, hiruk pikuk dunia parlemen yang di suguhkan,
hanya membuat aku mual saja. Ditambah
lagi dengan berbagai peristiwa yang melanda bangsa ini, cecak dan tokek yang
tak kunjung bijak. Hambalang yang mengapung bak layang-layang di tiup angin
entah berhenti dimana, belum lagi bintang-bintang yang berlegak-legok di depan cameramen
yang senantiasa memajangkan keelokan dan keindahan dunia. Nyayian dan tarian
erotispun menjadi pengisi acara inti memperingati kemerdekaan…"huuuuuuuuh….sejenak aku menghela nafas panjang".
Aku tak pernah habis fikir mau sampai kapan bagsa ini di suguhkan dengan
fatamorgana seperti sekarang.
Nampaknya
kita akan sangat aneh jika di Negeri Indonesia yang kaya ini tidak mendengar atau melihat suasana
kekisruhan dalam antrian, sehingga hampir dalam setiap acara seringkali
kekisruhan terjadi, terlebih jika sudah menyangkut ‘perut’. Tentu kita masih
ingat betul bagaimana pembagian zakat tempo hari bulan ramadhan. kini kita disuguhi
bulan dimana “peduli sesama” menjadi slogan utama. Idul qurban sejatinya
melahirkan jiwa berkorban [baca;sabar] dari setiap insan manusia menuju ridhaNya, bahkan
dalam riwayat yang shahih dikatakan bahwa idul adha sesungguhnya nilainya harus
lebih daripada idul fitri, lantas apa yang terjadi hari ini? Media lagi-lagi
mempertontonkan kita bagaimana ‘mereka’ berebut di tengah-tengah negeri yang
konon katanyana negeri terkaya.
Ditengah
fatamorgana yang negeri ini sajikan, aku ditelanjangi seorang wanita tua, yang
sehari-harinya hanya memungut botol-botol bekas. Rumah sederhana yang dipenuhi
sampah dan serakan hasil kerjanya sebagai pemulung tak membuat ia berkecil
untuk berbagi. Aku tau daging yang kau berikan tak sebesar daging tuan tanah
yang ada istana sana, tapi justru daging yang kau beri yang membuatku
menangis, kau telah mengingatkanku akan mimpi, kau telah mengajarkanku kekuatan….
"Sudah lama Mak pengen kurban Nak. Sejak tiga tahun yang lalu. Tapi
kan mak ini kerjaannya cuma mulung, jadi penghasilan nggak jelas. Buat makan
sehari saja kadang udah sukur. Jadi Mak ngumpulin dulu duit Rp 1.000, Rp 1.500
sampai tiga tahun, lalu Mak beliin kambing dua ekor. Sampai-sampai penjual
kambingnya Mak cegat di tengah jalan saking Mak pengen beli kambing,"
http://news.detik.com
Orang
boleh melihat dan menghukumi Mak Yati belum wajib melaksanakan qurban, tapi
emak hari ini membuktikan kepada mereka bukan karena “materi” atau “mampu”
manusia untuk berbuat kebaikan.Tapi karena niat,
impian dan Action manusia bisa
berbuat. Sungguh “Allah tidak akan memanggil orang mampu untuk berqurban, Tapi allah
akan memampukan orang yang memiliki keinginan untuk berqurban”.
Disamping
mimpi Mak Yati telah mengajarkan kita untuk tidak selalu ingin di beri, Kefakiran,
penderitaan bukan alasan untuk menjadi seorang ‘pemberi’.
"Pada bilang apa tidak sayang, mending uangnya untuk yang lain.
Tapi saya pikir sekali seumur hidup masa tidak pernah kurban. Malu cuma nunggu
daging kurban," ujar Yati. http://www.atjehpost.com
Aku
yakin ditengah ketidakjelasan bangsa ini, masih banyak emak-emak lain atau
bahkan calon ‘emak’ atau suaminya ‘emak’ atau bahkan anaknya ‘ema’, atau
mungkin tetanganya ‘emak’ seperti Mak yati yang masih memiliki hati untuk
berbagi. Bukan hanya ingin di beri atau hanya mengobar janji tanpa bukti….
Bungursari, 27 Oktober 2012