Sang fajar kala itu sudah menampakan kecantikannya,Gemercik rintik air hujan yang menganai tubuhku lama kelamaan membuat
jaketku basah seakaan menjadi iringan musik yang mengantarkan kami dalam
pencarian sosok yang akan menjadi wali buat calon istriku. Motor Honda 70 hasil tabunganku selama aku bekerja di pabrik kerupuk di jakarta menjadi saksi suka duka aku degan annisa. berbekal isi
sms dari mbah, kami menyusuri gelapnya kota Bandung. warung beganti warung, kami turun untuk menanyakan alamat di sms itu.
Tibalah kami di ujung jalan. Disamping kiri kanan berderes bangunan
mewah yang belum aku lihat sebelumnya. Mobil berleter B dan D yang berada
didepan rumah tersebut, membuat hatiku semakin penasaran, sosok seperti apakah
yang akan aku temui.
Kamipun kembali menghentikan kendaraanku, karena alamat yang
kami cari ternyata tidak kunjung ketemu. Akupun turun mengahampiri seoarang
lelaki tua yang dilihat dari pakaiannya aku yakin jika dia adalah satpam
dikomplek perumahan mewah tersebut namanya sodikin. Seperti biasa akupun
menayakan alamat yang ada di sms tersebut. “pak punten dupi gg jeger di palih
mana”...dengan santun pak sodikinpun menujukan arah...”jang pami gg jegermah di
gg itu (sambil menujukan gg gelap) tidak jauh dari kami, belok
kanan....lurus...tah pas aya jembatan belok ka kanan...teras lurus...pas warung
tarosken weuh nami eta.....” begitu sepintas percakapan kami dengan pak sodikin.
Tibalah kami pada rute yang ditujukan pak sodikin.”Ibu
punten bade tumaros , dupi bumi pak wawan anu saurna tos almarhum dipalih
mana?....pak wawan??armahum??? dengan raut muka yang sanagt kaget dia menyebut
nama pak wawan. “maksud ujang pa wawan raina pa rendi??” “duka bu” nupasti
anjeuna kapungkur nikah ka urang sumedang.....oooooh pa wawan eta lereus atuh
tapi sakaterang ibumah pa wawan teu acan pupus cep....////???...
Sontak hatiku bergetar, perasaanku semakin tidak
karuan...pikirku melayang pada sinetron atau cerita tv yang sedang mencari ayah
atau saudara...dari sudut mataku, aku melihat wajah annisa merah padam menahan air mata. Seperti bom Hirosima yang telah menghancurkan Jepang, seperti Gempa Tsunami yang telah meluluhlantakan Kota Aceh, Annisa terdiam seribu bahasa, tak ada satu katapun terucap dari bibir manisnya yang selama ini tidak hentinya-hentinya berdzikir....
Bahkan
aku dengar dari tukang warung aku tanya tadi bahwa bukan hanya kami yang pernah
menyakan seperti itu, katanya beberapa bulan kemarinpun ada dari subang yang
menanyakan hal yang sama. “kieu we jang” sok taroskeun ka rakana.....
Singkat cerita kamipun bertemu dengan pa Jured yang tidak lain adalah kakak dari pa wawan. berarti lelaki tinggi berkacamata dengan uban yang belum banyak adalah ua dari Annisa. Awalnya disaat kami memperkenalkan kecurigaan tidak bisa disembunyikan dari wajah yang sudah mulai keriput itu. Nisa yang dari tadi dia seribu bahasa tak kuat menahan air matanya yang tak pernah surut layaknya banjir di jakarta.
Melihat kondisi seperti itu akupun mengambil alih mengawali perkenalan, ua jured terdiam menarik napas panjang, matanya berlinang penuh keharuan, napasnya seoalah susah untuk keluar...diapun memeluk nisa dengan penuh kasih seperti Adam tatkala bertemu Hawa. dari mulutnya tak henti-henti mengucap permohonan maaf atas perlakuan kakanya pada Nisa dan keluarga.....
Jam ditangaku menunjukan jam 22.15, kamipun berpamitan untuk pulang.
Singkat cerita kamipun bertemu dengan pa Jured yang tidak lain adalah kakak dari pa wawan. berarti lelaki tinggi berkacamata dengan uban yang belum banyak adalah ua dari Annisa. Awalnya disaat kami memperkenalkan kecurigaan tidak bisa disembunyikan dari wajah yang sudah mulai keriput itu. Nisa yang dari tadi dia seribu bahasa tak kuat menahan air matanya yang tak pernah surut layaknya banjir di jakarta.
Melihat kondisi seperti itu akupun mengambil alih mengawali perkenalan, ua jured terdiam menarik napas panjang, matanya berlinang penuh keharuan, napasnya seoalah susah untuk keluar...diapun memeluk nisa dengan penuh kasih seperti Adam tatkala bertemu Hawa. dari mulutnya tak henti-henti mengucap permohonan maaf atas perlakuan kakanya pada Nisa dan keluarga.....
Jam ditangaku menunjukan jam 22.15, kamipun berpamitan untuk pulang.
Bersambung.......