Tuesday 30 June 2015

Ini saum keberapamu?

Selepas solat tarawih tadi malam, sambil "ngadaweung" depan mushola seorang lelaki tua menghampiri dan bertanya "Ini saum keberapamu nak?". Dahiku berkerut sambil mencoba menghitung "keberapa ya" gumamku. "Kalau aku mulai belajar puasa dari usia 6 tahun, berarti sekitar 24 kali pak" jawabku sekenanya. Itupun plus sama belajar pak" tambahku.

"Dalam sebuah riwayat konon nabi hanya berpuasa 9 kali" jawabnya.
"Lantas apa yang kamu dapatkan setelah melakukan sekian banyak itu?" Lanjutnya.

Lagi lagi aku hanya mengerutkan dahi dan berfikir apa yang telah kudapat setelah melewati 24 kali puasa. Konon puasa menjadikan manusia menjadi taqwa. Kata "laala" dalam ayat yang memerintahkan puasa adalah bentuk harapan yang kata mufasir adalah sebuah harapan yang pasti tercapai. Artinya gelar taqwa pasti kita peroleh melalui pintu puasa. Sebulan kita puasa seharusnya nilai nilai taqwa itu terlihat di sebelas bulan berikutnya. Aku merasakan betul dibulan puasa barangkali aku masih bisa menahan untuk tidak berbuat sesuatu yang Dia tidak kehendaki, karena TAKUT pahala puasa berkurang. Atau melakukan sesuatu agar menambah pahala puasa. Tapi di bulan-bulan berikutnya tidak sediikit amalan itu lenyap seiring dengan menjauhnya bulan ramadhan.

Apa aku termasuk penuh kepura-puraan belaka? Jujur dibulan ini adzan magrib begitu aku rindukan. Berkumpul bersama anak yatim masuk list agendaku, shalat isya dan shalat lail dari mesjid ke mesjid menjadi rutinitas malamku, tadarus tak pernah terlewatkan,infak sodaqah seakan menjadi jajananku tiap hari. Tapi setelah ramadhan menjauh, rutinitas itupun hilang.
Atas nama profesional ilmu yang aku amalkan sering aku tarifkan, sehingga hanya orang yang punya duit yang bisa mengikuti.
Atas nama demi nafkah keluarga aku bohong dalam berbisnis, aku berbohong untuk mendapatkan kenaikan jabatan.
Atas nama dakwah aku lukai mereka yang menurutku salah.
Untuk mengejar ambisiku aku halalkan segala cara. Fitnah, bohong, suap, sikut sana sini.

Aku serasa menjadi orang paling shaleh ketika puasa sudah aku tunaikan setiap hari.
Surga seakan ada didepan mataku ketika aku sudah menyapa manis adik adik di panti asuhan. Setelah ramadhan berlalu, aku kembali ke asliku.

Aku labeli diriku sebagai pemimpin,
Aku labeli diriku sebagai guru
Aku labeli diriku sebagai bisnismen
Tapi...

"Aaaaah" aku menghela nafas panjang. "Entahlah pak" jawabku lirih.

"Anak muda, kamu belum terlambat untuk memperbaiki. Kamu masih punya harapan untuk mengisi hari-harimu lebih bernilai. Tidak ada yang abadi di muka bumi. Bergeraklah, bila perlu berlalirah. Jangan sampai kamu menoleh kebelakang jika kamu yakin bahwa yang kamu tuju adalah keabadian (allah swt)" pungkasnya.
 
 
Bandung, 13 Ramadhan 1436 H / 30 Juni 2015
 
Design by Free Themes | Bloggerized by Lasantha - Modified By MangABU | indahnya berbagi