Tuesday 17 April 2012

Abah...

Aku terlahir di keluarga kecil dengan 7 saudara. Aku dibesarkan oleh seorang ayah yang sangat keras dalam pendidikan dan seorang ibu yang baik hati, yang penyayang yang rela menahan perutnya untuk bersaum kalo aku sedang ada Ujian di sekolah. Tiap kali aku ujian di sekolah Mimi selalu saum selama ujian berlangsung, aku sempat melarangnya, tapi dengan alasan ingin mensucikan diri dan ingin mendekat padaNya, bukan karena aku ujian....gitu katanya dan dia tetap meneruskan saumnya.....

Ibuku hanyalah lulusan SR yang sampai hari ketika di tanya tentang hari kelahiran beliau sendiri tidak tahu dan harus melihat KTP. Itu juga katanya di tebak-tebak pas mau menikah dengan bapak. Sehingga disaat temen-temen disekolah dulu mengucapkan ulang tahun ke ibunya, Mimiku justru belum perna aku ucapin selamat.....ya bagiku hari ibu dan ulang tahun Mimi adalah setiap hari. Sehingga menambah rasa sayang rasa bangga rasa tadzim kepada ibu. Mimi juga yang selalu membela aku dan kakak-kakaku  ketika di marahi Abah.  Belum pernah terdengar dari mulutnya perkataan kasar atau bahkan suara keras selain kalo Mimi menyuruhku shalat.

Kata orang-orang abah mirip mantan Wakil Presiden Jusuf kalla..bener ga sih????? tapi ia juga ya mirip....makanya pemilihan presiden 2008 kemaren mamang ikut membantu pasukan 1912...soalnya Calonnya mirip abah plus visi misina sepaham.......hehehehehe....Dalam KTP Abah lahir tahun 1945. Abah seorang PNS di kementerian urusan agama, pensiun disaat aku kelas 4 SD. Aku belajar ngaji kitab gundul dari Abah, menurutku dalam hal ingatan abah paling pintar. Beberapa kitab sudah di lahap olehnya. Abah bukanlah keturunan bangsawan ataupun kiai, semejak kecil dia sering bedagang minyak wangi dengan temannya, Abah besar dengan penderitaan yang sangat sehingga menjadikannya seperti sekarang. Pernah dalam satu waktu karena berbeda pendapat dengan salah seorang tokoh berada dikampung beliau dikeroyok dan dipukuli sehingga giginya tanggal. Berbagai lecehan, ejekan sudah tidak asing di telinga Abah. Sampai akhirnya Abah diterima PNS dan ditempatkan di Bongas.

Masih jelas dalam ingatanku disaat abah berteriak di toa, untuk menjelaskan keutammaan zakat fitrah. Abah di cela, di musuhi ketika berinisiatif mengumpulkan zakat fitah di lembaga amil zakat.  Bagaimana tidak di kampungku waktu itu zakat fitrah harus di kumpulkan di guru ngaji, ma faraji dan kiai setempat, sehingga disaat abah mengeluarkan gagasan tersebut abah di cibir bukan main, terlebih Abah selalu beda dari kebanyakan orang yang ada di kampungku.  Selama bulan puasa, bapak selalu mengajak keluarga untuk shalat tarawih dirumah dengan 11 rakaat, sewaktu subuh beliau tidak menggunakan qunut.  Sehingga abah seolah menjadi orang asing ditengah kebanyakan orang melakukan ritual ibadah yang sama. belum lagi disaat Abah membuka Madrasah Diniyah, yaitu sekolah agama yang belajar selepas duhur Abah juga di musuhi bahkan di teror.

Dalam hal  pendirian Abah sangat kuat. Karena kecerdasannya, kebijakannya dan kepahamanya yang mendalam tentang agama, Abah berhijrah dari pemahamannya terdahulu ke pemahaman baru yang diyakininya benar. Menurutnya ibadah itu adalah bentuk penghambaan makhluk kepada khalik. Jangan sampai ibadah kita di kotori dengan ibadah yang seoalah-olah ibadah padahal mengantarkan kepada kemuyrikan.  Berbagai makam wali di ziarahi dengan tujuan mendoakan dan mencari berkah, adalah hal yang sangat beliau wanti-wanti kepada anak-anaknya untuk tidak dilaksanakan. Karena mereka (makam) tidak mungkin bisa menolong manusia yang ada hanyalah kemusyrikan walaupun dengan dalih berziarah dan mendoakan.

3 tahun sudah Abah meninggalkan kami. ada penyesalanku yang mendalam karena tidak bisa menemaninya di saat azal menjemputnya. bagaimana tidak 3 bulan aku tidak pulang ke rumah, waktu itu aku ikut salah satu program pesatren di Bandung. Kami hanya berkomunikasi via telpn itupun jarang. Sampai programpun akhirnya beres, aku tidak langsung pulang ke rumah, baru beberapa minggu kemudian tepatnya di hari senin aku pulang dan anehnya bentuk kerinduan kami di salurkan dengan diskusi-diskusi kecil dengan Abah walaupun sering berbeda pendapat, tapi aku tau abah hanya ngetes sama seperti dulu waktu aku kecil, tiap hari aku selalu setoran huruf-hurup "nun mati" dan "tanwin", di tambah pula hapalan huruf jar dengan syairnya..."min hiji min logat saking sundana ti, ila kadua ila...dan seterusnya".....rabu pagi aku mengnatar Abah ke bantarujeg untuk ngambil uang pensiun bulanan yang memang waktu itu adalah awal bulan, sorenya abah minta diantar ke balai desa untuk rapat BPD, cuma aku menolaknya dengan alasan aku mau berangkat lagi ke majalengka. ya biasalah anak muda terkadang malah tidak asik lama-lama di rumah, yang biasanya tiap hari ada aktifitas, di rumah malah diem padahal kalo di pikir sekarang apa susahnya coba mengantar abah dulu ke Desa terus berangkat ke majalengka......tapi ya itulah takdir siapa yang tau..selama perjalanan berangkat  tidak ada firasat sedikitpun soal abah. Besok pagi hari kamis seperti biasa aku menjalani aktifitas di Pondok Daarul Arqam, HPku berdering, nama yang keluar Kakak ifarku, dalam hatiku bertanya tumben nih a asep nelpon. ifarku yang satu ini pendiam, tidak bisa basa basi dan satu lagi hobinya kentut di tempat umum, jadia aku rada aneh juga dia nelpon. tanpa basa basi dia bilang...."lan mulang heula...abah maot".......Aku terdiam kaku, bibirku seolah susah bergerak, dengan terbata aku bertanya " a...serius......."........dengan logat kadipaten dia bilang..."inya. matakna buru ayeuna balik".....disana Hatiku berkecamuk, dada terasa bergetar kencang, otot badan ini terasa lemas...seakan badan tak bertulang.....sejenak aku mengambil nafas...lagi-lagi aku menarik nafas....mencoba menenangkan......kuambil air wudlu kuredam hati yang berkecamuk dengan shalat 2 rakaat. Entah shalat apa yang aku kerjakan.  Dalam hatiku yang ada hanyalah minta kekuatan bahwa semua yang bernyawa pasti mati, dan semua orang baik itu ayah, ibu, saudara bahkan kitapun akan mati....

Singkat Cerita aku sampai di rumah, dari kejauhan sudah terlihat kerumunan orang berdiri di depan rumahku,disaat aku tiba mereka semua berdiri dan menatapku, seolah menyambut kedatanganku. ku parkirkan motor di halaman belakang. salah seorang dari mereka merangkulku dengan erat, sambil berbisik "lan sabar".....bibirku terasa kaku untuk berkata...isak tangis dari dalam rumah mulai terdengar samar-samar....aku selalu ingat perkataan abah bahwa jangan sekali-kali meraung, meratapi sesorang yang sudah meninggal.....disana aku kuat menahan air mata agar tidak keluar, kulangkahkan kaki setapak demi setapak masuk ke ruang tengah rumah, disana kulihat abah sudah membujur kaku dengan di bungkus kain kafan....aku terdiam...kulihat mimi di pojok lemari tua sambil memandangku...disana air mataku tak terbendung. disaat kulihat kedua mata mimi...hatiku luluh...jantungku berdegup kencang...kurangkul dia sambil kubisikan.."mi sabar....jalmi hirup pasti maot"....entah kekuatan darimana sehingga aku bisa berkata seperti itu......mendengar ucapanku air mata mimi semakin tak terbendung..."lan...abah lan......abah lan....." aku terdiam kurangkul erat mimi....sambil terus berbisik "ikhlaskeun mi"......."abah lan......abah lan.." sambutnya........

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free Themes | Bloggerized by Lasantha - Modified By MangABU | indahnya berbagi