Friday 27 April 2012

Guru Honorer VS Juragan Tanah


Belakangan ini nama Sang Honorer sedang berada dia atas angin. Namanya kini sudah sampai pelosok. Dari ujung selatan sampai ujung timur Majalengka pasti mengenal namanya. Siapa sih Sang Honorer ??? satu tahun kemarin Nama Sang Honorer mungkin hanya dikenal di lingkungan sekolahnya. Kini Sang Honorer bukanlah Sang Honorer yang dulu. Sang Honorer hari ini bak selebritis yang selalu di kejar wartawan, bahkan ribuan guru mendukungnya.
Apakah dia seorang peserta idol? Caleg? atau calon gubernur? Bukan....Sang Honorer bukanlah peserta idol atau pula calon legislatif  apalagi calon gubernur. Dia tidak memajang baligo atau spanduk di sepanjang jalan yang marak dilakukan calon wakil rakyat. Dia juga tidak meminta untuk di dukung dengan mengirim sms....
Sang Honorer hanyalah seorang guru honorer layaknya guru honorer lain. Dia memilih mengajar karena dedikasinya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Idealisnya untuk mengamalkan tridarma perguruan tinggi masih melekat di dirinya. Walaupun menjadi honorer tidak menguntungkan secara materi, tapi hal ini bisa membuat hidupnya bahagia. Ya....kebahagian itulah yang dirasakan ketika kita bekerja sesuai dengan fassion kita. Dibayar ataupun tidak di bayar, bahkan sekalipun harus membayar sesorang akan melakukannya...itulah fassion.
Selain mengajar, hobi lain yang sedang ia tekuni belakangan ini adalah memotong rambut. Siapapun yang berambut panjang yang ada didepannya pasti tanganya gatal untuk membantu merapihkan, terlebih itu muridnya di sekolah. Dan uniknya lagi dia punya style sendiri yaitu jigjag. Yaa..... model style ini memang lagi musim dikalangan ABG...acak-acakan, tidak rapih menjadi brand untuk jigjag.
Berkat hobinya yang satu ini, kini nama Sang Honorer sudah mendunia. Namanya hadir di berbagai media massa. Termasuk di deretan nama yang ada di kepolisian...wah Sang Honorer ternyata konsumennya sudah masuk jajaran polisi....mantaap memang....
Up...up....sebentar dulu namanya di kepolisian bukan sebagai tukang cukur yang bakal ngerapihin rambut Bapak Polisi, atau mau menjigjag rambut pak polisi....tapi namanya tercantum sebagai pelapor.....ya betul....pelapor....
Dia mengadukan dirinya akan tindakan balas dendam yang diakukan orang tua siswa. Padahal niatnya baik, hanya ingin membantu merapihan anak si juragan yang rambutnya sudah panjang.
Tapi ternyata sang Juragan tidak terima dengan hal itu, dan niat menjigjag rambut sang Sang Honorerpun terlaksana....
Hal serupa sesungguhnya bukan hanya terjadi hari ini, banyak anak-anak lain yang pernah kena cukur gratis dari “Sang Honorer-Sang Honorer” lain.
Sang Honorer...Sang Honorer...sial amat lu jadi orang, niat bantu merapihkan rambut bahkan rela tidak dibayar, eh malah bayarannya harus di jigjag ulang oleh sang Juragan....
Apakah niat baik hati Sang Honorer Salah ?
Apakah tindakan Sang Juragan Tanah salah ?
Itu kembali ke persepsi masing-masing. Karena permasalahan seringkali muncul karena komunikasi yang putus dan persepsi yang berbeda. “The Map is not Territory”....Apa yang kita pikirkan tidak akan mungin sama dengan apa yang terjadi dilapangan....
Eup...eup...jangan terlalu serius dulu bacanya......yu kita sama-sama dulu buka kembali buku yang sudah lama kita kenal yang menjadi Kitab dan sumber hukum pendidikan di Indonesia.  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. ( UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 )....
Itulah pengertian pendidikan. Dan silahkan simpulakan masing-masing...dalam hal ini apakah UU tersebut yang dijadikan pijakan Sang Honorer ketika berbaik hati merapihkan rambut ??
Sekarang Sang Juragan sebagai orang tua, nampaknya akan sepakat dan sepaham, mereka tidak akan tinggal diam disaat anaknya ada yang menyakiti....Tapi perlu Orang tua maklumi.. disaat mereka memasukan anaknya ke sekolah, itu artinya pendidikan selama di sekolah sudah menjadi tanggung jawab pihak sekolah apapun itu caranya. Orang tua tidak perlu lagi mencampuri model ataupun caranya bagaimana si guru melakukan proses pendidikan, sehingga hal serupa ini tidak akan terjadi manakala orang tua mengerti akan hak dan kewajibannya. Karena Orang tua anak di sekolah adalh Guru...
Undang-undang sisdiknas diatas nampaknya sudah cukup menjadi standar bagi pola pendidikan bangsa ini. Tugas guru hanya mengantarkan, membimbing ke arah pendewasaan anak, tinggal caranya yang perlu di oles lagi agar lebih mengena sehingga komunikasi yang di bangun adalah komunikasi layaknya orang tua ke anak sendiri.
Seringkali judge guru kepada anak yang malah akan mengantarkan ketertekanan atau bahkan mempasung kreatifitas. Sehingga anak menjadi berontak. Alih-alih si anak agar nurut dengan seudel dewek guru menggebrak meja, menjewer, bahkan mengancam...apakah ini pola pendidikan??? Belum lagi klaim-klaim lain, anak ini bandel, anak ini jika di kelas tidak pernah mendengarkan, anak ini tidak pernah memperhatikan dan klaim-klaim lain seakan permasalahan semuanya ada di si anak.
Kini sang Sang Honorer dan sang Juragan keduanya menjadi pesakitan...bagaimanakah kelanjutan Sang Honorer sang Guru Honor dengan Sang Juragan Tanah ???
Apakah nasib Sang Honorer akan senasib dengan Prita??

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free Themes | Bloggerized by Lasantha - Modified By MangABU | indahnya berbagi