Belakangan ini nama Sang
Honorer sedang berada dia atas angin. Namanya kini sudah sampai pelosok. Dari
ujung selatan sampai ujung timur Majalengka pasti mengenal namanya. Siapa sih Sang
Honorer ??? satu tahun kemarin Nama Sang Honorer mungkin hanya dikenal di
lingkungan sekolahnya. Kini Sang Honorer bukanlah Sang Honorer yang dulu. Sang
Honorer hari ini bak selebritis yang selalu di kejar wartawan, bahkan ribuan
guru mendukungnya.
Apakah dia seorang
peserta idol? Caleg? atau calon gubernur? Bukan....Sang Honorer bukanlah
peserta idol atau pula calon legislatif apalagi calon gubernur. Dia tidak memajang
baligo atau spanduk di sepanjang jalan yang marak dilakukan calon wakil rakyat.
Dia juga tidak meminta untuk di dukung dengan mengirim sms....
Sang Honorer hanyalah
seorang guru honorer layaknya guru honorer lain. Dia memilih mengajar karena
dedikasinya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Idealisnya untuk mengamalkan
tridarma perguruan tinggi masih melekat di dirinya. Walaupun menjadi honorer
tidak menguntungkan secara materi, tapi hal ini bisa membuat hidupnya bahagia.
Ya....kebahagian itulah yang dirasakan ketika kita bekerja sesuai dengan fassion kita. Dibayar ataupun tidak di
bayar, bahkan sekalipun harus membayar sesorang akan melakukannya...itulah fassion.
Selain mengajar, hobi
lain yang sedang ia tekuni belakangan ini adalah memotong rambut. Siapapun yang
berambut panjang yang ada didepannya pasti tanganya gatal untuk membantu
merapihkan, terlebih itu muridnya di sekolah. Dan uniknya lagi dia punya style sendiri yaitu jigjag. Yaa..... model style ini memang lagi musim dikalangan
ABG...acak-acakan, tidak rapih menjadi brand untuk jigjag.
Berkat hobinya yang satu
ini, kini nama Sang Honorer sudah mendunia. Namanya hadir di berbagai media
massa. Termasuk di deretan nama yang ada di kepolisian...wah Sang Honorer
ternyata konsumennya sudah masuk jajaran polisi....mantaap memang....
Up...up....sebentar dulu
namanya di kepolisian bukan sebagai tukang cukur yang bakal ngerapihin rambut Bapak
Polisi, atau mau menjigjag rambut pak
polisi....tapi namanya tercantum sebagai pelapor.....ya betul....pelapor....
Dia mengadukan dirinya
akan tindakan balas dendam yang diakukan orang tua siswa. Padahal niatnya baik,
hanya ingin membantu merapihan anak si juragan yang rambutnya sudah panjang.
Tapi ternyata sang
Juragan tidak terima dengan hal itu, dan niat menjigjag rambut sang Sang Honorerpun terlaksana....
Hal serupa sesungguhnya
bukan hanya terjadi hari ini, banyak anak-anak lain yang pernah kena cukur gratis dari “Sang Honorer-Sang
Honorer” lain.
Sang Honorer...Sang
Honorer...sial amat lu jadi orang, niat bantu merapihkan rambut bahkan rela
tidak dibayar, eh malah bayarannya harus di jigjag
ulang oleh sang Juragan....
Apakah niat baik hati Sang
Honorer Salah ?
Apakah tindakan Sang
Juragan Tanah salah ?
Itu kembali ke persepsi
masing-masing. Karena permasalahan seringkali muncul karena komunikasi yang
putus dan persepsi yang berbeda. “The Map is not Territory”....Apa yang kita
pikirkan tidak akan mungin sama dengan apa yang terjadi dilapangan....
Eup...eup...jangan
terlalu serius dulu bacanya......yu kita sama-sama dulu buka kembali buku yang
sudah lama kita kenal yang menjadi Kitab dan sumber hukum pendidikan di
Indonesia. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. ( UU Sisdiknas No.
20 tahun 2003 )....
Itulah pengertian
pendidikan. Dan silahkan simpulakan masing-masing...dalam hal ini apakah UU
tersebut yang dijadikan pijakan Sang Honorer ketika berbaik hati merapihkan
rambut ??
Sekarang Sang Juragan
sebagai orang tua, nampaknya akan sepakat dan sepaham, mereka tidak akan
tinggal diam disaat anaknya ada yang menyakiti....Tapi perlu Orang tua maklumi..
disaat mereka memasukan anaknya ke sekolah, itu artinya pendidikan selama di
sekolah sudah menjadi tanggung jawab pihak sekolah apapun itu caranya. Orang tua
tidak perlu lagi mencampuri model ataupun caranya bagaimana si guru melakukan
proses pendidikan, sehingga hal serupa ini tidak akan terjadi manakala orang
tua mengerti akan hak dan kewajibannya. Karena Orang tua anak di sekolah adalh
Guru...
Undang-undang sisdiknas
diatas nampaknya sudah cukup menjadi standar bagi pola pendidikan bangsa ini. Tugas
guru hanya mengantarkan, membimbing ke arah pendewasaan anak, tinggal caranya
yang perlu di oles lagi agar lebih
mengena sehingga komunikasi yang di bangun adalah komunikasi layaknya orang tua
ke anak sendiri.
Seringkali judge guru kepada anak yang malah akan
mengantarkan ketertekanan atau bahkan mempasung kreatifitas. Sehingga anak
menjadi berontak. Alih-alih si anak agar nurut dengan seudel dewek guru menggebrak meja, menjewer, bahkan
mengancam...apakah ini pola pendidikan??? Belum lagi klaim-klaim lain, anak ini bandel, anak ini jika di kelas tidak
pernah mendengarkan, anak ini tidak pernah memperhatikan dan klaim-klaim lain seakan permasalahan
semuanya ada di si anak.
Kini sang Sang Honorer
dan sang Juragan keduanya menjadi pesakitan...bagaimanakah kelanjutan Sang
Honorer sang Guru Honor dengan Sang Juragan Tanah ???
Apakah nasib Sang
Honorer akan senasib dengan Prita??
0 comments:
Post a Comment