Saturday 21 April 2012

Aku tidak mencintai Suamiku

Namaku Lastri, anak ke tiga dari empat saudara. Kedua kakaku sudah menikah dan ikut bersama suaminya. Adiku meninggal disaat aku usia 10 tahun. Tidak pernah ada dalam mimpiku kalo aku akan menikah dengan lelaki yang tidak aku cintai. Disekolahku dulu aku seringkali ngerumpi tentang temanku yang dijodohkan orang tuanya yang menjadi bahan cibiran kami. Ternyata itu semua sekarang menimpaku.
2 hari setelah wisuda, aku pulang ke kampung halaman. 4 taun sudah aku ngekos di kota bandung. Aku merasa bahagia karena aku sekarang bisa berkumpul lagi dengan keluargaku di rumah. dengan sejuta impian yang sudah aku susun. Seminggu sudah aku tinggal di rumah.
Hari itu langit cerah menyapaku dengan lembut, sambil memandangi pesawahan yang menghampar luas di belakang rumahku, aku terhanyut dengan impian-impianku semasa kuliah…lamunanku buyar sesaat setelah suara ayah memanggilku dari luar kamar…akupun beranjak dari jendela kamarku.
Aku menghampiri ayah dan Ibuku yang sedang nonton tv di ruang keluarga…tidak lama berselang terdengar suara mobil di depan rumah, setelah kulihat ternyata mereka kakaku dari Solo. Melihat mereka aku sangat bahagia karena biasanya kalo ada Mba Tari dan suaminya Mas ujo aku dapat ampow disamping aku juga akan ketemu dengan keponakanku sarah dan marwah…akupun menyambutnya dengan bahagia….
Malam harinya seperti biasa kami ngumpul diruang keluarga sambil nonton tv. Tiba-tiba abah menyebut namaku…”neng, sebentar ayah mau bicara”…”iya yah..ada apa” jawabku…”ayah kemarin sudah ngobrol dengan Mbamu, Mba Laras, dia kemarin menceritakan tetangganya, Dia pengusaha, baik, dan setelah melihat photomu, ternyata dia suka dan ingin menikahimu…”, Ayahpun kemarin sempet berbicara dengan nak suryo….dan Ayah setuju…., minggu depan bersama keluarganya dia akan kesini untuk melamarmu”….sontak aku kaget “Ayah ini gimana sih, kan ayah tau aku belum siap menikah, aku masih ingin mengurus karirku….ko main jodohkan sajah…aku ga mau yah” jawabku dengan suara lebih keras dari suara ayah…”pokonya kamu harus mau, dan minggu depan kamu tunangan, bila perlu kalian menikah  langsung…” timpal ayah sangat keras sambil menggebrak meja….air mataku sedikit demi sedikit terjatuh, kulirikan mataku ke Ibu yang selama ini selalu melindungiku kalo ayah marah, tapi kali ini Ibu terdiam seribu bahasa….”dalam batinku..ini gara-gara Mba Laras…akupun mendadak sangat marah padanya….”
Itulah Ayah, tak ada seorangpun yang bisa melawannya jika dia sudah punya keinginan, termasuk menikahkan aku dengan si suryo….hari pernikahankupun tiba, aku orang yang dulu mengejek suyati temenku. Kini aku yang mengalami sendiri….saat akad pernikahan, air mataku tak kuasa aku tahan, tak ada sedikitpun senyuman yang menyapa suryo, hari tu aku merasa menjadi wanita paling bodoh. Padahal dulu di kampusku aku adalah salah satu perempuan yang selalu membela emansipasi wanita, aktifis perempuan yang selalu mengangkat kesetaraan gender. Kami orang paling depan jika teman-teman perempuanku ada yang menyakiti….itu dulu lastri….hari ini, kamu bahkan tidak bisa membela dirimu sendiri. Gemuruhku dalam bathin”…..
Sebulan berlalu pernikahanku dengan suryo. Aku sebagai istri sama sekali belum pernah menjalankan kewajibanku layaknya seorang istri terhadap suami. Hanya sesekali saja aku mengabulkan permintaanya melakukan hubungan intim itupun aku selalu menggunakan pil agar aku tidak hamil…..sampai satu seketika malam itu aku tidak minum obat,karena aku lupa ternyata stok obat anti hamilku habis… suryo sempat menegorku..”sayang…tumben kamu tidak minum obat”…”ya semoga sajah tidak jadi anak” jawabku ketus…selama hubungan intim dengan suryo aku berdoa semoga tidak jadi janin”…..
3 minggu berselang aku merasakan agak mual dan ingin muntah, sehari tu aku mengurung diri di kamar tidur dan bolak balik ke kamar mandi karena ingin muntah. Aku baru sadar ternyata aku sudah telat 5 hari dari kebiasaanku haid….aku sangat marah. Dan beregas pergi ke puskesmas yang tidak jauh dari rumahku…walhasil aku di katakan positif oleh bidan…aku sangat marah waktu itu…sepanjang perjalanan aku menangis tanpa henti sampai ke rumah….
Hari kelahiranpun tiba aku melahirkan bayi kemar. Laki-laki dan perempuan…tak ada kebahagian sedikitpun ketika aku mengandung termasuk dalam melahirkan, yang konon katanya jika seorang ibu melihat bayinya dia akan bahagi. Waktu itu sama sekali aku tidak rasakan, yang ada hanyalah benci….
Kini ratna dan retno sudah berusia 5 tahun, tapi sampai hari ini aku sama sekali belum pernah menyiapkan makanan untuk sarapan atau bahkan mengantarkan mereka ke sekolah. Semua dilakukan oleh suryo dan bi ijah.
Hari ini aku sengaja keluar kamar lebih lama dibanding mereka, dengan alasan banyak kerjaan. Setelah sury0, ratna dan retno berangkat aku bergegas ke garasi, ku starter mobil kesayanganku dari semenjak kuliah. Aku merasa hanya mobil inilah yang selalu setia padaku…sampailah ke salon ternama yang ada di Solo…seperti biasa aku melakukan perawatan semuanya dari mulai ujung rambut sampai ujung kepala….setelah selesai semua akupun menuju loket pembayaran, kuambil tas bermerek yang aku pesen dari temanku di eropa, betapa kagetnya ternyata dompetku tidak ada…bercampur kaget dan malu aku telpon suryo…aku minta dia mengantarkan uang karena dompet aku ketinggalan…belum sempat menjawab aku langsung tutup HPku”….tak lama kemudian HP aku pun berbunyi. Segera kuangkat..kudengar suara suryo “sayang maafin papah yah..kemaren dompet mamah, papah ambil, karena Rare ingin jajan…rare adalah panggilan kami buat Rtno dan Ratna dan papah tidak ada uang kecil, terpaksa papah ambil dompet mamah, dan lupa ga di simpen lagi di tas mamah….”..mendengar itu aku marah “papah ini gimana sih, pokonya sekarang anterin..ini alamatnya….”sekarang juga titik”..langsug ku tutup HP ku……
Sudah 1 jam aku menunggu, ku telpon HP suryo, dan ternyata tidak diangkat…aku sangat marah, sambil nyerocos aku maki-maki dia didepan kasir….
15 menit berselang HP ku berdering. Dan kulihat itu dari suryo. Pas kuangkat belum juga aku berteriak, dia sudah lebih bicara, tapi dari nada suara aku kenal ini bukanah suryo…”Selamat Sore, ini betul dengan ibu Lastri, kami dari kepolisian, betul ini istri dari pak suryo…suami ibu kecelakaan dan sekarang ada di rumah sakit”….aku sangat kaget dan segera menuju rumah sakit dimana suryo di rawat….kulihat disana sudah menunggu ke dua orang tua suryo. Sesaat setelah kami berkumpul dokter mengahmpiriku dan menceritakan kalo suryo sudah tidak bisa ditolong, dan dia sudah meninggal. Riak tangis dari kedua orang tua suryo mulai terdengar. Aku sama sekali tidak bersedih bahkan akulah yang melirihkan tangis kedua orang tua suryo….
Kamipun pulang, sebelum pemakaman aku di paksa untuk memberikan salam terakhir untuk suryo. Aku duduk didepan suryo yang sudah membujur kaku, kulihat wajahnya….tidak terasa air mataku meleleh saat kulihat wajah suryo, wajah yang selalu nampak bahagia menyambutku setiap pagi, bibir yang selalu menyapaku dengan penuh kasih sayang, yang tak pernah sedikitpun keluar dari bibirnya kata-kata kasar, air mataku sungguh tidak terbendung saat kuingat kebaikan-kebaikan suryo. Hatiku bergetar, tubuhku lemas , aku tak kuasa melihat wajah laki-laki baik itu, wajah yang selalu aku maki, wajah yang tak pernah aku berikan kecupan sayang ataupun senyuman manisku, kini sudah tidur pulas untuk selama-lamanya.
Tiba-tiba terasa di bahuku ada tangan yang menyentuhku dan setelah kulihat,dia Ibuku…..aku merangkul Ibu dan menangis keras…, batinku berkecamuk.
Aku pun tidak kuasa disaat melihat tanah-tanah itu menutup tubuh suryo. Dan akupun tak sadarkan diri dan pingsan.
Seminggu sudah suryo meninggalkan rumah kami, setiap pagi aku harus menyiapkan keperluan Rare. Sungguh aku tak biasa dangan hal ini bahkan tidak bisa. Karena aku belum pernah sama sekali melakukan hal seperti ini.
Aku terdiam saat kulihat piring yang ada didepanku. Aku ingat wajah suryo yang selalu menyuapiku disaat aku malas makan. …di selalu mengingatkanku tentang kesehatan, tentang makanan tentang semuanya. Kadang akupun risih mendengarnya. Tapi kali ini aku meridukan suara itu, suara suryo. Akupun menangis tak terhankan. Air mataku seakan tidak pernah habis disaat mengenang itu.
Akupun mengalihkan ke kamar, kurebahkan badanku di kasur. Pikiranku kembali melayang kepada suryo. Aku merindukan dengkurannya yang dulu sangat aku benci. Bahkan seringkali aku tutup mukanya dnegan bantal disaat kami tidur. Karena dengkurannya yang sangat keras. Kali ini aku sangat merindukan dengkuran itu….akupun kembali menangis. Kali ini tangisanku sangat keras. Sehingga si bibi yang berada di dapur mengahmpiriku….”sabar non” bisiknya.
Menjelang 40 hari sepeninggal suryo. Terdengar suara ketukan pintu. Si bibipun membukan pintu dan memersilahkan si tamu masuk.
Perkenalkan “Saya Fhatur, notaris dari pak Suryo” si tamu memperkenalkan diri….”1 minggu sebelum kepergian Pak Suryo, beliau menitipkan Surat ini untuk Ibu dan beliau juga memiliki 3 perusahaan yang di sekarang di pegang oleh orang kepercayaanya… yang otomatis sekarang jadi milik ibu, dan ini Polis Asuransi beserta Tanggungan yang akan ibu terima” sambungnya sambil menyodorkan surat amplop putih bertuliskan teruntuk istriku tercinta Lastri…
Perlahan aku buka amplop tersebut dan ku baca surat dari suryo…
“teruntuk istriku Lastri dan kedua anaku Ratna dan Retno yang papah cintai dan banggakan…
Sayang, mohon maaf papah harus pergi lebih dahulu dari kalian. Papah sebenarnya ingin sekali menjalani hidup lebih lama dengan kalian, papah ingin melihat kalian besar, di wisuda dan menjadi orang sukses. Tapi apalah daya papah sudah dijemput oleh yang maha kuasa. Papah hanya berpesan pada Rare jadilah anak yang shaleh dan shalehah seperti mamah, sayangi mamah layaknya kalian menyayangi diri kalian sendiri, jadilah kalian orang yang sukses…
Dan untuk istriku tersayang, sekali lagi maafkan papah jika selama hidup dengan mamah banyak salah dan banyak mengecewakan mamah, papah selalu ingin membuat mamah bahagia…
Semoga setelah kepergianku kalian tidak kesusahan dengan materi dan apapun itu, sehingga semasa papah bersama mamah, papah bekerja keras untuk kalian bertiga.
Salam hangat dari papah yang selalu menyayangi mamah apapun adanya…
Papah
Membaca isi surat tersebut, air mataku kembali meleleh tak terhankan. Jantungku seakan copot. Kejahahatanku selama ini terhadap Suryo…tak membuatnya membenciku… Aku malu…selama aku hidup dengannya aku tidak pernah menyayanginya, aku sering memakinya, sering pula melawannya bahkan memarahinya. Tak pernah sedikitpun aku memperhatikannya. padahal aku tau bahwa suryo memiliki penyakit maag, dan sering aku denger dari teman sekantornya, kalo dia sering makan mie instan, karena aku jarang membuatkan masakan untuknya…dan sekali lagi aku tak perdulikan itu…bagiku yang terpenting dia memberiku uang untuk ke salon…
Kini Rare sudah berumur 25 tahun dan sudah lulus dari kuliahnya, minggu depan Ratna akan menikah dengan pria teman kuliahnya….sebelum akad pernikahan tiba…Ratna berbisik kepadaku…”mah, gimana dong aku sebentar lagikan mau nikah, tapi aku ga bisa apa-apa, aku ga bisa masak, ga bisa nyuci…pokonya aku bisa apa-apa mah”…rintihnya dengan manja….aku terdiam, air mataku berlinang, “masaklah dengan bumbu cinta nak… siapapun dia…cintailah dia dengan segala kekurangan dan kelebihannya, laki-laki yang akan jadi suamimu adalah jodoh yang telah tuhan takdirkan untukmu…untuk melengkapkan hidupmu…sungguh tuhan lebih tahu dari makhluk-Nya”

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free Themes | Bloggerized by Lasantha - Modified By MangABU | indahnya berbagi